Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 Vol. 2, No. 3, Maret 2021
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
Universitas Indonesia (UI) Depok Jawa Barat, Indonesia
Email: frides_susanty@yahoo.com dan krisnabantas@yahoo.com
ARTIKEL INFO |
ABSTRACT |
Tanggal diterima: 5 Maret 2021 Tanggal direvisi: 15 Maret 2021 Tanggal disetujui: 25 Maret 2021 |
Objective
Discovering the magnitude of cervicitis problems and the determinants of
cervicitis incidence in Female Cancer
Program (FcP) participants in DKI Jakarta. Method cross-sectional design
and secondary data sourced from the IVA Female Cancer
Program (FcP) examination in
DKI Jakarta from 2017 to 2019. Total
samples were 3.378 people, the variables studied was cervicitis (dependent), and the independent variables were, method of contraceptive use,
parity, age, body mass index, age at first
sexual contact, smoking
status, frequency of respondent's marriage, frequency of marrying the respondent's husband, education level of respondents,
history of miscarriage. Univariate analysis
was used to describe the frequency and distribution of the variables studied, bivariate and multivariate analysis used logistic regression. Results: the study showed the prevalence of cervicitis was 11.13% and
the factors that were related to
the incidence of cervicitis were factors of
contraceptive use methods and factors of age. The group that did not use contraceptives and the
group using the hormonal contraceptive method were compared had a prevalence of odds of sevicitis 1.593
times higher (POR 1.593; 95% CI
1.244-2.040), while the group using non- hormonal
methods of contraception had a prevalent odds cervicitis was not different from the group that did not use contraceptives (POR 0.832; 95% CI 0.616-1.22). Compared with the age group> 51 years, the 30-39 age group had a 2.107 times higher
prevalence of cervicitis (POR 2.017;
95% CI 1.312-3.383), the 40-50 year
age group had a 2.203 times higher prevalence
of cervicitis ( POR 2.203; 95% CI
1.379-3.518). Meanwhile, there was no
difference in the prevalence of cervicitis in the age group <30 and the age group> 51 years. Conclusion: The prevalence of cervicitis was 11.13% and
the determinants of cervical disease in IVA FcP examination in DKI Jakarta
2017-2019 were factors
of hormonal contraceptive methods and age
factor. |
Keywords: cervicitis; use of contraception; age. |
|
|
ABSTRAK Tujuan untuk mengetahui besarnya masalah servisitis dan determinan kejadian servisitis pada peserta Female Cancer |
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
Kata Kunci: servisitis; penggunaan kontrasepsi; usia |
programme (FcP) di DKI Jakarta. Metode desain potong lintang dan data sekunder bersumber dari data pemeriksaan IVA Female Cancer programme (FcP) di DKI Jakarta tahun 2017-2019. Jumlah sampel 3378 orang, Variabel-variabel yang diteliti adalah servisitis (dependen), dan sebagai variabel independennya adalah, metode penggunaan kontrasepsi, paritas, usia, indeks massa tubuh, usia pertama kontak seksual, status merokok, frekuensi menikah responden, frekuensi menikah suami responden, tingkat pendidikan responden, riwayat keguguran. Analisis univariat mendeskripsikan frekuensi dan distribusi dari variabel yang diteliti, analisis bivariat dan multivariat yang digunakan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi servisitis 11,13% dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian servisitis adalah faktor metode penggunaan kontrasepsi dan faktor usia. Dibandingkan dengan kelompok yang tidak menggunakan alat kontrasepsi, kelompok yang menggunakan metode kontrasepsi hormonal mempunyai prevalen odds kejadian sevisitis 1,593 kali lebih tinggi (POR 1,593; 95% CI 1,244-2,040), sementara pada kelompok yang menggunakan metode kontrasepsi non-hormonal mempunyai prevalen odds kejadian servisitis yang tidak berbeda dengan kelompok yang tidak menggunakan alat kontrasepsi (POR 0,832; 95% CI 0,616-1,22). Dibandingkan dengan kelompok umur >51 tahun, kelompok usia 30-39 mempunyai prevalen odds kejadian servisitis 2,107 kali lebih tinggi (POR 2,017; 95% CI 1,312-3,383), kelompok usia 40-50 tahun mempunyai prevalen odds kejadian servisitis 2,203 kali lebih tinggi (POR 2,203; 95% CI 1,379-3,518). Sementara itu tidak ada perbedaan prevalen odds kejadian servisitis pada kelompok usia <30 dan kelompok usia > 51 tahun. Kesimpulan: Prevalensi servisitis 11,13% dan faktor-faktor determinan terjadinya servistis pada pemeriksaan IVA FcP di DKI Jakarta tahun 2017-2019 adalah faktor metode kontrasepsi hormonal dan faktor usia. |
Email: frides_susanty@yahoo.com Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Servisitis adalah pembekakan atau peradangan pada ujung rahim (serviks) yang sering memberikan gejala keputihan yang mukopurulen (Soetrisno, 2010). Secara klinis servisitis ditandai dengan adanya salah satu atau dua tanda, yaitu lendir mukopurulen dan
jaringan yang rapuh dan mudah terjadi perdarahan bila diinduksi/ kontak (misalnya melalui kontak seksual dan pemasangan alat pada serviks/rahim) di daerah ostium endoserviks serta tanda lainnya seperti ektropion serviks dan peningkatan leukosit polimorfonuklear (PMN) pada pewarnaan
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
gram (Marrazzo, Handsfield, et al., 2002). Diagnosa servisitis ditegakkan dengan 2 pendekatan yaitu pendekatan sindrom (identifikasi berdasarkan keluhan dan gejala) dan pendekatan sindrom ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sederhana. (melihat jumlah leukosit PMN secara mikroskopis) (Pusdatin Kemenkes, 2017). Pendekatan lain untuk menentukan servisitis adalah dengan melihat secara visual adanya gambaran inflamasi dan hiperemis pada portio servik (Nuranna et al., 2019)
Berdasarkan penyebab, servisitis terdiri dari servisitis infeksiosa dan servisitis non infeksius. Servisitis infeksiosa disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa dan parasit. Sedangkan servisitis non infeksius disebabkan oleh penyakit keganasan, agen fisik: trauma (seperti: abortus, luka pada persalinan), kimia (seperti: menggunakan vaginal douche, penggunaan obat herbal) dan penyinaran (Sweet, 1998). Adapun faktor risiko yang diduga berhubungan dengan servisitis adalah usia muda, obesitas, mempunyai lebih dari satu pasangan seksual, pasangan mempunyai lebih dari satu pasangan seksual, pendidikan, usia pertama kali kontak seksual, paritas, riwayat keguguran, penggunaan kontrasepsi hormonal, dan status merokok (Soetrisno, 2010) (Kemenkes RI, 2016).
Secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara servisitis dengan infeksi HPV (p=0.01), (Garred et al., 1993), sehingga bila servisitis tidak ditangani dengan baik, maka akan meningkatkan risiko untuk terinfeksi HPV. Penelitian (Liu et al., 2013) seseorang dengan gejala servisitis mukopurulen meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks (Huang et al., 2020) . Penelitian servisitis sebelumnya oleh Gatot dkk pada pasien poliklinik rawat jalan di rumah sakit rujukan nasional Indonesia tahun 2015. Penelitian Litbangkes Kementerian Kesehatan tahun 2016-2017 di 4 Kota (Pekanbaru, Tangerang, Bandung dan
Kupang) terhadap Ibu hamil yang berkunjung ke Poliklinik KIA di Puskesmas terpilih dan penelitian Iskandar,MB dkk di 2 klinik KB sekitar Pelabuhan di Jakarta Utara sering dilakukan pada populasi tertentu. Berbeda dari penelitian sebelumnya peneliti tertarik untuk meneliti pada populasi umum.
FcP adalah organisasi yang bergerak dalam deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim, bekerja sama dengan RSCM/FKUI dan didukung oleh Female Cancer Foundation Leiden, Belanda dengan program See and Treat. See adalah menemukan hasil IVA positif dan Treat merupakan pengobatan dengan tindakan krioterapi. Organisasi ini melakukan pendampingan dalam pemeriksaan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) di 4 puskesmas kecamatan di DKI Jakarta yaitu puskesmas kecamatan Jatinegara, Cipinang Melayu, Makasar dan Matraman di wilayah Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Selain mengumpulkan data mengenai lesi pra- kanker/kanker serviks yang ditemukan selama pemeriksaan, FcP juga mencatat temuan yang lain yaitu kejadian servisitis selama pemeriksaan IVA. Selama ini belum pernah dilakukan analisis mengenai kejadian servisitis dikalangan kaum wanita yang mengikuti program FcP di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan melihat besarnya masalah servisitis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian servisitis dikalangan wanita peserta program FcP di wilayah DKI Jakarta.
Desain penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang) dan menggunakan data sekunder yaitu data pemeriksaan IVA Puskesmas yang dilakukan pendampingan oleh Female Cancer Programme (FcP) di DKI Jakarta tahun 2017-2019
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua perempuan di DKI Jakarta. Sampel pada penelitian ini adalah semua
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
perempuan yang dilakukan pemeriksaan IVA oleh petugas puskesmas dengan pendampingan FcP yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Adapun kriteria inklusi yaitu, responden usia 30-50 tahun atau aktif seksual, responden berdomisili di Jakarta dan dilakukan pemeriksaan IVA tahun 2016- 2017. Kriteria eksklusi adalah data dalam catatan medis tercatat tidak lengkap, tidak dapat di baca dan dicurigai adanya keganasan (kanker).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian servisitis yang ditentukan dengan melihat adanya gambaran inflamasi dan hiperemis secara visual pada portio uteri berdasarkan kriteria kategori temuan IVA (POGI). Termasuk variabel independen dalam penelitian ini adalah: variabel penggunaan kontrasepsi diukur berdasarkan penggunaan kontrasepsi yang dilakukan responden sampai saat pemeriksaan IVA dilakukan, dibagi menjadi 3 kategori yaitu kontrasepsi hormonal (penggunaan kontrasepsi jenis suntik, pil, dan susuk/implan), kontrasepsi nonhormonal (penggunaan kontrasepsi jenis kondom, spiral/IUD/AKDR jenis copper T. kontrasepsi mantap (MOP, MOW), sanggama terputus, dan sistem kalender) dan tidak menggunakan kontrasepsi; variabel paritas diukur berdasarkan jumlah kelahiran yang viabel (kehamilan lebih 20 minggu baik hidup atau mati) dibagi menjadi 3 kategori (multipara, primipara, dan nullipara); variabel usia responden dihitung sejak lahir sampai ulang tahun terakhir yang dinyatakan dalam tahun, dibagi menjadi 4 kategori (<30 tahun, 30-39 tahun, 40-50 tahun dan ≥51 tahun); variabel obesitas diukur melalui indeks masa tubuh (IMT = BB (Kg) / TB (m2) dikategorikan menjadi IMT < 25 sebagai tidak obsitas dan ≥25 obesitas; variabel usia pertama kali kontak seksual responden diukur berdasarkan usia pertama kali menikah yang dinyatakan dalam tahun (usia pertama menikah digunakan sebagai asumsi untuk usia
pertama berhubungan seksual dikarenakan tidak tersedia data mengenai usia pertama berhubungan seksual, dibagi menjadi 2 kategori (<20 tahun dan ≥20 tahun); variabel status merokok diukur berdasarkan paparan rokok yang berasal dari kebiasaan mengkonsumsi rokok, dikategorikan menjadi perokok aktif (secara langsung merokok, sampai saat ini mengkonsumsi setidaknya satu rokok sehari), perokok pasif (orang yang tidak merokok namun mendapat pajanan asap rokok yang dihasilkan oleh seorang perokok) dan tidak merokok (tidak merokok dan tidak terpapar asap rokok); variabel frekuensi menikah responden diukur dengan berapa kali responden menikah, dibagi menjadi 2 kategori (menikah 1 kali dan menikah >1 kali); variabel frekuensi menikah dari suami responden diukur dengan berapa kali pasangan/suami responden menikah dibagi menjadi 2 kategori (menikah 1 kali dan menikah >1 kali), variabel tingkat pendidikan responden diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah atau sedang diikuti responden dan diselesaikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu pendidikan rendah (tidak sekolah/SD/SMP/ sederajat) dan pendidikan tinggi (SMA/Perguruan Tinggi); variabel riwayat keguguran diukur berdasarkan janin atau mudigah yang dikeluakan atau keluarkan dari rahim selama trimester pertama kehamilan sampai 20 minggu atau bila usia kehamilan yang akurat tidak diketahui, lahir dengan berat < 500 gram (Cunningham & Szenberg, 1968) dibagi menjadi 2 kategori (ada dan tidak ada)
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software statistik (Stata 12.1 di laboratorium komputer di FKM UI). .Penelitian ini menggunakan total sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi seperti yang telah dinyatakan diatas. Analisis data dilakukan dengan tahapan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisi univariat untuk melihat distribusi frekuensi
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
dari variabel dependen dan independen Sedangkan analisis bivariat dan multivariat menggunakan uji regresi logistik, ukuran risiko yang digunakan adalah Prevalensi Odds Ratio (POR). Penelitian ini telah disetujui oleh etika penelitian no 490/UN2.F10.D11/PPM.00.02/2020 yang di
keluarkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Pada penelitian ini jumlah keseluruhan sampe l adalah 3378. Dari analisis didapatkan responden dengan servisitis sebanyak 376 (11,13 %) dan tidak servisitis sebanyak 3.002 (88,87%) dapat dilihat pada tabel 1
Servisitis |
N |
% |
Ya |
376 |
11,13 |
Tidak |
3.002 |
88,87 |
TOTAL |
3378 |
100 |
Rata-rata jumlah paritas responden adalah 1,96 dan rata-rata usia responden adalah 39,74 tahun. Untuk variabel IMT rata
–rata 25,34 kg/m2 dan rata– rata usia pertama kali melakukan hubungan seksual adalah 23,29 tahun, dapat dilihat pada tabel 2.
Distribusi paritas,
usia, IMT, usia pertama kontak
seksual, frekuensi jumlah menikah responden,
frekuensi menikah suami responden dan riwayat keguguran.
Variabel |
Mean |
Median |
Modus |
Min –
Max |
Paritas |
1,96 |
2 |
2 |
0–11 |
Usia (tahun) |
39,74 |
39 |
38 |
17 – 77 |
IMT |
25,34 |
24,97 |
22,22 |
15,23–44,74 |
Usia pertama kontak
seksual (tahun) |
23,29 |
23 |
25 |
12-50 |
Responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal 861 (25,49%), menggunakan kontrasepsi nonhormonal sebanyak 738 (21,85%) dan tidak
menggunakan kontrasepsi 1.779 (52,66%).
Responden dengan multipara 2.253 (66,70%),
primipara 597 (17,67%) dan nullipara 528
(15,63%). Responden dengan usia <30 tahun
sebanyak 463 (15,71%), usia 30-39 tahun
sebanyak 1.243 (36,80%), usia 40-50 tahun
1.275 (37,74%) dan usia ≥51 tahun 397 (11,75%). Responden dengan Obesitas sebanyak 1.628 (48,19%) dan responden tidak obesitas 1.750 (51,81%). Usia pertama kontak seksual <20 tahun sebanyak 619 (18,32%) dan usia pertama kontak seksual ≥20 tahun 2.759 (81,68%). Responden perokok aktif sebanyak 57 orang (1,69%), perokok pasif
1.268 (37,54%), dan tidak merokok 2.053 (60,78%). Responden yang menikah lebih 1 kali sebanyak 277 (8,20%) dan menikah lebih
1 kali 3.160 (93,55%). Responden yang suaminya menikah lebih 1 kali sebanyak 218 96,45%) dan suaminya menikah 1 kali 3.160 (93,55%). Responden dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 833 (24,66) dan tingkat pendidikan tinggi 2.545 (75,34%). Responden dengan riwayat keguguran 543 (16,07%) dan tidak ada riwayat keguguran sebanyak 2.835 (83,93%), seperti yang terlihat pada tabel 3.
Distribusi
frekuensi karakteristik responden
berdasarkan penggunaan kontrasepsi,
paritas, usia, IMT usia pertama
kontak seksual, status merokok, frekuensi menikah responden, frekuensi menikah suami responden, tingkat pendidikan dan riwayat keguguran menurut
data hasil pemeriksaan IVA di
Karakteristik responden N % Penggunaan Kontrasepsi •
Kontrasep si hormonal 861 25,49 •
Kontrasep si nonhormo nal 738 21,85 •
Tidak mengguna kan 1.779 52,66
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
Karakteristik responden |
N |
% |
n Tinggi |
|
|
Riwayat keguguran |
|
|
•
Ada |
543 |
16,07 |
•
Tidak ada |
2.835 |
83,93 |
Karakteristik responden N % kontrasep si Paritas •
Multipara 2.253 66,70 •
Primipara 597 17,67 •
Nulipara 528 15,63 Usia •
<30 tahun 463 13,71 •
30-39 tahun 1.243 36,80 •
40-50 tahun 1.275 37,74 •
≥ 51 tahun 397 11,75 IMT •
Obesitas (IMT ≥25 kg/m2) 1.628 48,19 •
Tidak Obesitas (IMT <25 kg/m2) 1.750 51,81 Usia pertama kontak seksual •
<20 tahun 619 18,32 •
≥20 tahun 2.759 81,68 Status
merokok •
Perokok Aktif 57 1,69 •
Perokok Pasif 1.268 37,54 •
Tidak merokok 2.053 60,78 Frekuensi menikah responden •
Menikah lebih 1 kali 277 8,20 •
Menikah 1 kali 3.101 91,80 Frekuensi menikah suami responden •
Menikah lebih 1 kali 218 6,45 •
Menikah 1 kali 3.160 93,55 Tingkat pendidikan responden •
Pendidika n rendah 833 24,66 •
Pendidika 2.545 75,34
Berdasarkan analisis bivariat
menunjukkan ada hubungan signifikan secara statistik antara servisitis dengan penggunaan kontrasepsi dan usia, dimana p-value
<0,05). Variabel yang tidak
signifikan secara statistik terhadap kejadian
servisitis adalah paritas,
IMT, usia pertama
kontak seksual, status merokok, frekuensi
menikah responden, frekuensi menikah suami responden, tingkat pendidikan, dan riwayat keguguran.
Hasil
Analisis Bivariat pada Penelitian Faktor
– faktor Determinan yang Mempengaruhi
Servisitis pada Hasil Pemeriksaan IVA
di DKI Jakarta tahun 2017 – 2019.
Variabel Servisitis POR 95% P-
Ya Tidak
N % N %
CI value
Penggunaan Kontrasepsi Kontrasepsi hormonal 136 35,17 725 24,15 1,730 ,360 – 0,000 ,201 Kontrasepsi 66 17,55 672 22,39 0,906 ,673 – 0,515 nonhormonal ,220 Tidak menggunakan 174 46,28 1.605 53,46 1 Paritas Multipara 267 71,01 1.986 66,16 1,133 0,835 – 1,537 0,422 Primipara 53 14,10 544 18,12 0,821 0,553 – 1,219 0,329 Nulipara 56 14.89 472 15,72 1 Usia <30 tahun 47 12,50 416 13,86 1.926 ,139 – 0,014 ,236 30-39 tahun 152 40,43 1.091 36,34 2,375 ,496 – 0,000 ,770 40-50 tahun 155 41,22 1.120 37,31 2,359 ,487 – 0,000 ,743 ≥ 51
tahun 22 5,85 375 12,49 1 IMT Obesitas (IMT ≥25 178 47,34 1.450 48,30 0,962 ,775 – 0,725 kg/m2) ,193 Tidak Obesitas (IMT <25 kg/m2) 198 52,66 1.552 51,70 1 Usia kontak seksual <20 tahun 57 15,16 562 2.440 0,776 ,577 – 0,093 ,043 ≥20 tahun 319 84,84 18,72 81,29 1 Status merokok Perokok Aktif 3 0,80 54 1,80 0,414 0,128 – 1,334 0,139 Perokok Pasif 130 34,57 1.138 37,91 0,851 0,679 – 0,161 Tidak merokok 243 64,63 1,810 60,29 1 Frekuensi menikah responden Menikah lebih 1 kali 30 7,98 247 8,23 0,967 0,651 - 0,868 1,436 Menikah 1
kali 346 92,02 2.755 91,77 1 Frekuensi menikah suami responden Menikah lebih 1 kali 26 6,91 192 6,40 1,089 0,711 - 0,699 1,662 Menikah 1
kali 360 93,09 2.810 93,60 1 Tingkat pendidikan Pendidikan rendah 96 25,53 737 24,55 1.054 0,824 – 0,677
kontrasepsi
1,066
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
Ya Tid ak CI value N % N % 1,348 Pendidikan Tinggi 280 74,47 2.265 75,45 1 Riwayat keguguran Ada 57 15,16 486 16,19 0,925 0,687 – 1,246 0,608 Tidak ada 319 84,84 2.516 83,81 1
Variabel Servisitis POR 95% P-
Tabel Error! No text of specified style in document.
|
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal berpeluang menjadi servisitis 1,593 kali dibandingkan dengan tidak menggunakan kontrasepsi. Sedangkan penggunaan kontrasepsi nonhormonal tidak berbeda dengan tidak menggunakan kontrasepsi terhadap kejadian servisitis. Selanjutnya usia
< 30 tahun berpeluang mempunyai servisistis 1,672 kali jika dibandingkan dengn usia ≥51 tahun setelah. Usia 30-39 berpeluang mempunyai servisistis 2,107 kali jika dibandingkan dengan usia ≥ 51 tahun dan Usia 40 – 50 tahun berpeluang mempunyai servisistis 2,203 kali jika dibandingkan dengan usia ≥ 51 tahun.
Dari 3378 responden diketahui prevalensi servisitis mencapai 11,13%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan secara statistik
antara servisitis dengan variabel penggunaan
kontrasepsi hormonal dan usia, dimana p- value<0,05, Penggunaan kontrasepsi hormonal berpeluang mempunyai servisistis 1,593 kali dibandingkan dengan tidak menggunakan kontrasepsi. Sedangkan penggunaan kontrasepsi nonhormonal tidak berbeda dengan tidak menggunakan kontrasepsi terhadap kejadian servisitis. Selanjutnya usia < 30 tahun berpeluang mempunyai servisistis 1,67 kali dibandingkan dengn usia ≥ 51 tahun. Usia 30-39 tahun berpeluang mempunyai servisistis 2,11 kali dibandingkan dengan usia ≥ 51 tahun dan Usia 40 – 50 tahun berpeluang mempunyai servisistis 2,203 dibandingkan dengan usia ≥
51 tahun. Usia 40 – 50 tahun berpeluang mempunyai servisistis 2,20 kali dibandingkan dengan usia ≥ 51 tahun.
Penggunaan kontrasepi hormonal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya servisitis, dimana kontrasepsi hormonal adalah mediator terjadinya servisitis melalui adanya ektopi, pertumbuhan dan persistensi infeksi klamidia, penekanan respon imun lokal oleh hormon seksual dan perubahan floral vagina akibat efek hipoestrogenik (salah satunya penipisan epitel vagina) efek Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA) yang terdapat pada kontrasepsi jenis suntik (Holmes, 2012). Penelitian (Morrison et al., 2004) menemukan penggunaan DMPA berkaitan dengan 3 kali lipat peningkatan risiko terkena klamidia serviks atau gonore (Morrison et al., 2004). Sejalan dengan penelitian (Bontis et al., 1994)di Greece dimana penggunaan kontrasepsi oral mempunyai risiko paling besar terhadap infeksi klamidia (Bontis et al., 1994). Penelitian Mohllaje et al (2005) di AS dimana terdapat hubungan penggunaan kontrasepsi oral kombinasi dengan infeksi klamidia serviks. Kontrasepsi oral kombinasi memiliki peningkatan risiko infeksi klamidia (HR 1,73, 95% CI 1,08–2,77 dibandingkan dengan wanita yang menggunakan IUD atau yang
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
telah menjalani strerilisasi tuba (Mohllajee et al., 2006). Penelitian (Siar, 2019)di puskesmas Pekauman, Banjarmasin mengungkapkan bahwa kontrasepsi hormonal berhubungan dengan kejadian servisitis (Siar, 2019).
Usia berhubungan dengan kejadian servisitis, dimana usia lebih muda akan lebih rentan untuk terjadinya servisitis. Hal ini disebabkan karena sel epitel kolumnar lebih terbuka pada wanita usia muda. Beberapa jenis infeksi menular seksual hanya menginfeksi sel target tertentu misalnya infeksi gonore dan klamidia yang lebih memilih sel kolumnar yang rentan terhadap infeksi. Servisitis non-spesifik merupakan infeksi menular seksual (IMS) tersering dilaporkan dan terbanyak menyerang remaja dan dewasa muda (10-40%) . Hal ini sesuai dengan penelitian (Darmawati & Indartono, 2015) pada pekerja seks di layanan IMS mobile bahwa wanita pekerja seks berusia ≤
24 tahun lebih beresiko 1,609 mengalami servisitis dibanding pekerja seks berusia ≥ 25 tahun (Dwianggimawati et al., 2017). Penelitian (Davis-Dao et al., 2008), wanita yang lebih muda secara signifikan lebih mungkin mengalami servisitis dibandingkan wanita yang lebih tua (p = 0,03). Penelitian (Marrazzo, Koutsky, et al., 2002) menunjukan semakin bertambahnya usia semakin menurukan risiko untuk terjadinya servisitis, dimana usia ≤ 19 tahun mempunyai risiko 6,6 kali terjadinya servisitis dibandingkan usia 30-34 tahun, usia 20-24 tahun mempunyai risiko 3,7 kali terjadinya servisitis dibandingkan dengan usia 30-34 tahun dan usia 25- 29 mempunyai risiko terjadinya servisitis dibandingkan dengan usia 30-34 tahun (Marrazzo, Handsfield, et al., 2002). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini dengan bertambahnya usia makin meningkat faktor risiko terjadinya servisitis.
Pada penelitian ini diketahui tidak terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan terjadinya servisitis. Berbeda dengan penelitian Abrori, dkk dan S Gupta menunjukkan ada hubungan antar paritas dengan servisitis dimana wanita yang melahirkan ≥3 berisiko lebih besar tinggi terjadinya servisitis jika dibandingkan paritas
< 3 (Abrori et al., 2016) (Garred et al., 1993) . Penelitian (Dwianggimawati et al., 2017) dimana wanita pekerja seks yang pernah melahirkan lebih berisiko 1,273 kali mengalami servisitis daripada wanita pekerja seks belum atau tidak pernah melahirkan (Dwianggimawati et al., 2017). (Sutarto et al., 2018)pada sebuah penelitian cross-sectional di Kedungmungu, Semarang menyatakan responden yang mengalami servisitis kronis lebih banyak pada paritas multipara (26.7%) dari pada paritas primipara (1.7%) dan grandemultipara (5.2%). (Sutarto et al., 2018). Pada penelitian ini juga tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara IMT dan servisitis. Diketahui Obesitas dikaitkan dengan beberapa perubahan pada sistem endokrin, termasuk konsentrasi peredaran hormon yang tidak normal, perubahan pola sekresi dan metabolisme, perubahan pengangkutan hormon atau perubahan aksi jaringan target. Sejalan dengan penelitian (Abrori et al., 2017) tidak terdapat hubungan antara kegemukan dengan kejadian keputihan patologis (servisitis) (p>0,05) (Abrori et al., 2017).
Dari hasil penelitian didapatkan secara statistik tidak terdapat hubungan yan-*+g signifikan antara usia pertama kontak seksual dengan terjadinya servisitis. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian (Marrazzo, Koutsky, et al., 2002), dimana umur dengan servisitis terbanyak adalah <19 tahun (Marrazzo, Handsfield, et al., 2002). Penelitian Davis-Dao et al (2008) menunjukkan semakin muda usia kontak seksual berbanding lurus dengan
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
meningkatnya persentase servisitis dimana usia pertama hubungan seksual <18 tahun paling banyak mengalami servisitis (35%), kemudian diikuti oleh usia 18-20 tahun (31,5%) dan 21-25 tahun (24%) (Davis-dao et al., 2007). Nikotin pada selaput leher rahim diketahui dapat menurunkan kemampuan kekebalan sel-sel Langerhan dalam melindungi jaringan ikat leher rahim sehingga mengurangi kemampuan leher rahim untuk menolak infeksi (Kemenkes RI, 2016). Penelitian menunjukkan lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat- zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks. Selain itu, nikotin juga dapat mempermudah selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, termasuk mukosa serviks (Kemenkes RI, 2016). Namun pada penelitian ini, menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara status merokok dengan terjadinya servisitis. Hal ini bertentangan dengan penelitian (Saputra, 2017) dimana rokok mempengaruhi kejadian servisitis OR=5,3 95% (2,6-10,6). Penelitian Ramos et al (2010) menunjukkan ada hubungan infeksi klamidia (salah satu infeksi penyebab utama servisitis) dengan merokok dengan OR 2,67 (1,03 – 7,94) (Ramos et al.,
2011)
Pada penelitian tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara frekuensi jumlah menikah klien dan suami klien terhadap terjadinya servisitis. Berbeda dengan penelitian Marazzo, 2002 dimana pada analisis multivariat OR 1,3 (1,0-1,7) menunjukkan hubungan jumlah pasangan seksual ≥2 mempunyai risiko 1,3 kali terjadi infeksi serviks dibandingkan pasangan seksual <2.(Marrazzo, Handsfield, et al., 2002). Begitu juga penelitian (Bontis et al., 1994) perempuan melahirkan ≥4 mempunyai risiko 5,23 kali terjadinya servisitis jika dibandingkan dengan perempuan melahirkan
<4 (p < 0,01, OR 5,23 95% CI 1,54 - 22,58
(Bontis et al., 1994)
Pendidikan merupakan proses belajar dimana terjadi pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (BKKBN, 2017). Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara tingkat pendidikan dengan terjadinya servisitis. Hal ini sejalan dengan penelitian (Ramos & Maio, 2010), tidak terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan servisitis (p>0,05) (Ramos & Maio, 2010). Penelitian Naama J.K dkk yaitu servisitis pada perempuan tidak berpendidikan secara signifikan lebih tinggi dari pada perempuan yang berpendidikan (p<0,05) (Naama et al., 2008). Begitu juga dengan riwayat keguguran dengan terjadinya servisitis dimana pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik. Aborsi menyebabkan denudasi (pengikisan) epitel squamosa pada portio. Daerah abrasi ini cepat ditutupi epitel kolumnar yang berasal dari endoserviks sehingga jaringan ini tidak tahan terhadap infeksi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Ameri et al., 2018) tidak terdapat hubungan aborsi dengan terjadinya servisitis (p= 0,53) (Ameri et al., 2018).
Penelitian ini menggunakan data hasil pemeriksaan IVA puskesmas yang dilakukan pendampingan oleh FcP di DKI Jakarta tahun 2017-2019. Keterbatasan data sekunder yang menyebabkan keterbatasan dalam variabel yang di analisis. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yaitu studi yang meneliti sekaligus pada waktu bersamaan suatu faktor pajanan (exposure) dan sebuah penyakit tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu, sehingga kita tidak dapat menjelaskan hubungan kausalitas karena tidak diketahui secara pasti apakah variabel independen yang diukur mendahului variabel dependen ataupun sebaliknya. Pemeriksaan IVA dilakukan di beberapa puskesmas sehingga tidak dapat mewakili provinsi DKI Jakarta. Permasalahan lainnya adalah peneliti melakukan proses
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
input data, sehingga pengumpulan data membutuhkan waktu yang cukup lama. Bias Informasi pada penelitian ini dapat terjadi pada saat pengumpulan data yaitu kesalahan responden dalam mengingat, khususnya riwayat penggunaan kontrasepsi (jenis kontrasepsi) dan pemahaman responden terhadap pengertian tidak penggunaan kontrasepsi, riwayat reproduksi, umur pertama kali kontak seksual, riwayat keguguran, namun kesalaham ini dapat diminimalisir dengan petugas pengumpul data merupakan petugas kesehatan. Sumber bias informasi lainnya adalah pengukuran berat badan, tinggi badan dan diagnosa servisitis, Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan menggunakan alat ukur yang berbeda beda selain itu, beberapa responden tidak dilakukan pengukuran, hanya berdasarkan pengakuan dan ingatan responden terutama pada pemeriksaan yang bersifat masal. Untuk menghindari terjadinya bias, digunakan metode pemeriksaan yang sama, yaitu mengacu kepada kriteria kategori temuan IVA (POGI/HOGI) (Nuranna et al., 2019). Selain itu, petugas yang melakukan pemeriksaan juga didampingi oleh Female Cancer Programme (FcP). Namun bias dapat tetap terjadi dimana pengukuran diagnosa servisitis tidak menggunakan alat, bersifat subjektif dan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan keterampilan pemeriksa.
Dari hasil penelitian ini diketahui prevalensi servisitis 11,13% dan faktor - faktor determinan terjadinya servistis pada pemeriksaan IVA FcP di DKI Jakarta tahun 2017-2019 adalah faktor metode kontrasepsi hormonal dan faktor usia.
Bagi perempuan dengan usia berisiko (30-50 tahun) dan aktif seksual serta menggunakan kontrasepsi hormonal dianjurkan untuk melakukan deteksi dini secara berkala sebagai upaya pencegahan
servisitis dan perlu berkonsultasi dengan petugas kesehatan mengenai efek samping yang akan ditimbulkan (salah satunya servisitis) sebelum menggunakan kontrasepsi. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat melihat proses penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap terjadinya servisitis, memastikan paparan mendahului outcome, mengetahui jenis, dosis dan lama pemakaian kontrasepsi hormonal yang digunakan yang menyebabkan terjadinya servisitis.
Abrori, A., Hermawan, A. D., & Inayati, S. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Servisitis Pada Wanita Di Lingkungan Keluarga Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Unnes Journal Of Public Health, 5(3), 263–274.
Abrori, A., Hernawan, A. D., & Ermulyadi,
E. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Keputihan Patologis Siswi Sman 1 Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara. Unnes Journal Of Public Health, 6(1), 24–34.
Ameri, B., Abolhassani, M., & Mehravar, F. (2018). Prevalence And Risk Factors Of Cervicitis In Married Women In Shahroud, Northeast Of Iran. Journal Of Clinical And Basic Research, 2(1), 20–
25.
Bkkbn, B. P. S. (2017). Kemenkes, & Usaid.(2017). Survey Demografi Dan Kesehatan Indonesia. In Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia.
Bontis, J., Vavilis, D., Panidis, D., Theodoridis, T., Konstantinidis, T., & Sidiropoulou, A. (1994). Detection Of Chlamydia Trachomatis In Asymptomatic Women: Relationship To History, Contraception, And Cervicitis. Advances In Contraception, 10(4), 309–
Frides Susanty dan Krisnawati Bantas
315.
Cunningham, A. J. T, & Szenberg, A. (1968). Further Improvements In The Plaque Technique For Detecting Single Antibody-Forming Cells. Immunology, 14(4), 599.
Darmawati, A., & Indartono, S. (2015). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Organizational Citizenship Behavior Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Ilmu Manajemen, 12(2), 49–64.
Davis-Dao, C. A., Cremer, M., Felix, J., & Cortessis, V. K. (2008). Effect Of Cervicitis On Visual Inspection With Acetic Acid. Journal Of Lower Genital Tract Disease, 12(4), 282–286.
Dwianggimawati, M. S., Radiono, S., & Rahayujati, T. B. (2017). Faktor Risiko Servisitis Pada Wanita Pekerja Seks Di Kegiatan Layanan Infeksi Menular Seksual Mobile. Berita Kedokteran Masyarakat, 33(3), 113–118.
Garred, P., Brygge, K., Sorensen, C. H., Madsen, H. O., Thiel, S., & Svejgaard,
A. (1993). Mannan‐Binding Protein— Levels In Plasma And Upper‐Airways Secretions And Frequency Of Genotypes In Children With Recurrence Of Otitis Media. Clinical & Experimental Immunology, 94(1), 99– 104.
Holmes, B. (2012). Gender: Antiquity And Its Legacy. Ib Tauris London.
Huang, L., Xu, F. M., & Liu, H. R. (2020).
Emotional Responses And Coping Strategies Of Nurses And Nursing College Students During Covid-19 Outbreak. Medrxiv,
2020.03.05.20031898.
Kemenkes Ri. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. In Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Liu, W., Kang, J., Sarkar, D., Khatami, Y., Jena, D., & Banerjee, K. (2013). Role Of Metal Contacts In Designing High- Performance Monolayer N-Type Wse2 Field Effect Transistors. Nano Letters, 13(5), 1983–1990.
Marrazzo, J. M., Handsfield, H. H., & Whittington, W. L. H. (2002). Predicting Chlamydial And Gonococcal Cervical Infection: Implications For Management Of Cervicitis. Obstetrics & Gynecology, 100(3), 579–584.
Marrazzo, J. M., Koutsky, L. A., Eschenbach,
D. A., Agnew, K., Stine, K., & Hillier,
S. L. (2002). Characterization Of Vaginal Flora And Bacterial Vaginosis In Women Who Have Sex With Women. The Journal Of Infectious Diseases, 185(9), 1307–1313.
Mohllajee, A. P., Curtis, K. M., Martins, S. L., & Peterson, H. B. (2006). Hormonal Contraceptive Use And Risk Of Sexually Transmitted Infections: A Systematic Review. Contraception, 73(2), 154–165.
Morrison, C. S., Bright, P., Wong, E. L.,
Kwok, C., Yacobson, I., Gaydos, C. A., Tucker, H. T., & Blumenthal, P. D. (2004). Hormonal Contraceptive Use, Cervical Ectopy, And The Acquisition Of Cervical Infections. Sexually Transmitted Diseases, 31(9), 561–567.
Naama, O., Gazzaz, M., Akhaddar, A., Belhachmi, A., Asri, A., Elmostarchid, B., Elbouzidi, A., Kadiri, B., & Boucetta, M. (2008). Cavernous Hemangioma Of The Skull: 3 Case Reports. Surgical Neurology, 70(6), 654–659.
Nuranna, L., Purwoto, G., & Hadisty, A. (2019). Ep372 Dovia And Teledovia As A Documentation And Consultation Media In Via Methods Of Cervical Cancer Screening In Indonesia. Bmj Specialist Journals.
Faktor-Faktor Determinan Kejadian Servisitis di DKI Jakarta Tahun 2017-2019
Pusdatin Kemenkes, R. I. (2017). Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 164.
Ramos, J. De S., & Maio, M. C. (2010). Entre A Riqueza Natural, A Pobreza Humana E Os Imperativos Da Civilização, Inventa-Se A Investigação Do Povo Brasileiro. In Raça Como Questão: História, Ciência E Identidades No Brasil (Pp. 25–49).
Saputra, A. (2017). Persepsi Mahasiswa Calon Guru Biologi Tentang Pembelajaran Materi Evolusi Di Sma: Studi Kasus Mahasiswa Pendidikan Biologi Fkip Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bioeducation, 1(1), 1–9.
Siar, P. R. (2019). Politik Hukum Praperadilan Dalam Rangka Penegakan Hukum Pasca Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 98/Puu- X/2012. Lex Administratum, 7(1).
Soetrisno, E. (2010). Payudara. Dalam: Nasar Im, Himawan S, Marwoto W. Buku Ajar Patologi Ii, 156–178.
Sutarto, S., Indrawati, I., Prihatin, J., & Dwi,
P. A. (2018). Geometrical Optics Process Image-Based Worksheets For Enhancing Students’ Higher-Order Thinking Skills And Self-Regulated Learning. Jurnal Pendidikan Ipa Indonesia, 7(4), 376–382.
Sweet, R. L. (1998). The Enigmatic Cervix.
Dermatologic Clinics, 16(4), 739–745.