Jurnal Health Sains: pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 2, No. 9, September 2021
MINI FLUID CHALLENGE DAN PENDEKATAN FOCUS SEBAGAI PANDUAN RESUSITASI
Riyanti Kasim, Syafri Kamsul Arief
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Email: riyanti.kasim@gmail.com, kic.makassar@yahoo.co.id
info artikel |
abstraK |
Diterima 5 September 2021 Direvisi 15 September 2021 Disetujui 25 September 2021 |
Resusitasi cairan memegang peranan krusial dalam penatalaksanaan pasien yang mengalami kegagalan sirkulasi akut pada unit perawatan intensif. Resusitasi cairan yang adekuat menjadi isu penting karena resusitasi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan elektrolit maupun gangguan koagulasi, namun demikian restriksi volume yang tidak tepat dapat menyebabkan cardiac output yang rendah ataupun penggunaan obat-obatan vasopressor ataupun inotropik yang tidak tepat. Tujuan pemeriksaan FoCUS adalah untuk memberikan informasi diagnostik yang tepat waktu dan dapat diulang pada saat pertanyaan muncul. Metode yang dilakukan dari penelitian ini adalah metode studi kasus mini fluid challenge dan pendekatan focus sebagai panduan resusitasi. Dalam sebuah studi observasional yang dilakukan Husain dkk pada 220 pasien di unit perawatan intensif, penggunaan FoCUS oleh perangkat ultrasound genggam ditemukan terkait dengan resep cairan yang jauh lebih rendah (49 vs 66 mL/kg, p = 0,01) dan lebih banyak penggunaan dobutamin (22 vs 12%, p = 0.01) dibandingkan kelompok kontrol historis yang dikelola dengan cara standar. Teknik Fluid Chalengee yang benar dapat memaksimalkan nilai prediksi positif dan negatif dengan menggunakan dua komponen utama yaitu jumlah cairan yang diberikan dan durasi pemberiannya dimana volume optimal yang direkomendasikan 4ml/KgBB.
ABSTRACT Fluid resuscitation plays a crucial role in the management of patients who experience acute circulatory failure in the intensive care unit. Adequate fluid resuscitation is an important issue because excessive fluid resuscitation can cause electrolyte disturbances and coagulation disorders, but improper volume restrictions can lead to low cardiac output or improper use of vasopressor or inotropic drugs. The purpose of focus examination is to provide timely and repeatable diagnostic information at the time a question arises. The methods carried out from this study are mini fluid challenge case study methods and focus approaches as a resuscitation guide. In an observational study conducted by Husain et al in 220 patients in intensive care units, use of FoCUS by handheld ultrasound devices was found to be associated with much lower fluid prescriptions (49 vs. 66 mL/kg, p = 0.01) and more use of dobuttamine (22 vs. 12%, p = 0.01) than the standardly managed historical control group. The correct Fluid Chalengee technique can maximize positive and negative predictive values by using two main components: the amount of fluid given and the duration of administration where the recommended optimal volume is 4ml/KgBB. |
Kata Kunci: fluid chalengge; FoCUS; resusitasi
Keywords: fluid chalengge; FoCUS; resusitasi |
Pendahuluan
Resusitasi cairan memegang peranan krusial dalam penatalaksanaan pasien yang mengalami kegagalan sirkulasi akut pada unit perawatan intensif. Walaupun pengisian kembali status volum pada pasien yang mengalami syok menjadi hal yang substansial, namun seiring perkambangan ilmu pengetahuan diketahui bahwa pemberian cairan yang tidak perlu dapat mengganggu outcome dalam penatalaksanaan pasien (Hasanin, 2015). Resusitasi cairan yang adekuat menjadi isu penting karena resusitasi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan elektrolit maupun gangguan koagulasi, namun demikian restriksi volume yang tidak tepat dapat menyebabkan cardiac output yang rendah ataupun penggunaan obat-obatan vasopressor ataupun inotropik yang tidak tepat. Walaupun dalam beberapa dekade terakhir berbagai data publikasi telah dilahirkan terkait resusitasi cairan namun demikian kriteria mengenai indikasi pemberian cairan masih menjadi perdebatan hangat hingga saat ini sehingga diperlukan penilaian fluid responsiveness untuk memantau kondisi klinis pasien (Roger et al., 2019).
Fluid challenge merupakan tes yang memungkinkan klinisi memberikan cairan dan pada saat yang bersamaan mengevaluasi cadangan preload pada pasien. Pemberian cairan secara bijaksana merupakan bagian yang penting dalam tata laksana pasien kritis. Mini fluid challenge merupakan tes yang baik dan alat yang efektif untuk memprediksi fluid responsiveness pada berbagai kondisi klinis (Mukhtar et al., 2019).
Focused Cardiac Ultrasonography (FoCUS) mengacu pada penggunaan ultrasound untuk mengevaluasi patofisiologi jantung dengan menggunakan evaluasi jantung sebagai titik perawatan. FoCUS digunakan pada unit perawatan intensif dan unit gawat darurat untuk mengevaluasi pasien syok, dengan dispnea dan nyeri dada. Ahli anestesi, dokter di unit darurat, intensifivis, dan semakin banyak penyedia lain di seluruh sistem perawatan kesehatan menggunakan ultrasound jantung dengan cara terarah ini. Pada tahun 2010, American Society of Echocardiography dan American College of Emergency Physicians menerbitkan pernyataan konsensus yang mendefinisikan penggunaan FoCUS dalam manajemen pasien.
Tujuan pemeriksaan FoCUS adalah untuk memberikan informasi diagnostik yang tepat waktu dan dapat diulang pada saat pertanyaan muncul. Hal ini dapat digunakan, misalnya, untuk menentukan apakah resusitasi cairan telah meningkatkan hiperdinamik, jantung kurang terisi atau untuk mengevaluasi kembali fungsi ventrikel kiri (LV) setelah memulai terapi inotropik. Hal ini memungkinkan penyedia untuk mengamati perubahan fisiologi jantung secara real time (Andrus & Dean, 2013).
Metode Penelitian
Hukum Frank-Starling pada dasarnya menerangkan sifat intrinsik miokardium. Peningkatan panjang otot jantung pada pengisian ventrikel berkorelasi positif dengan peningkatan tekanan ventrikel. Pada tingkat molekular, peningkatan volume end-diastolik berkorelasi dengan peningkatan cross-bridges antar filament tipis. Secara klinis, karakteristik intrinsik miokardium ini diaplikasikan dengan meningkatkan preload untuk meningkatkan volume sekuncup (Elharrisi et al., 2018). Dari penelitian tersebut didapatkan kurva FrankStarling dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang menggambarkan peningkatan tajam volume sekuncup pada setiap perubahan preload dikenal dengan istilah preload dependence. Bagian yang menggambarkan peningkatan tidak nyata volume sekuncup pada setiap perubahan preload dikenal dengan daerah preload independence. Konsep preload dependence / Independence menggambarkan efek pemberian cairan terhadap volume sekuncup ataupun kardiak output. Suatu peningkatan volume sekuncup atau kardiak output lebih dari suatu nilai presentase (10-15%) akibat pemberian cairan diistilahkan pada pasien sebagai fluid responder. Sebaliknya, bila kardiak output tidak meningkat lebih dari persentase tersebut setelah volume ekspansi, maka pasien disebut sebagai non-responder (Marik & Lemson, 2014).
Hasil dan Pembahasan
A. Efek Cairan Pada Makro dan Mikrosirkulasi
Pengetahuan tentang fisiologi ventrikel sangat berkembang sejak Frank, seorang peneliti Jerman, melakukan penelitian pada sediaan jantung kodok, pada tahun 1984. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Patterson dan Starling yang melakukan penelitian pada sediaan jantung anjing, pada tahun 1914. Mereka mendapatkan bahwa kontraksi sistolik ventrikel berkorelasi secara proporsional dengan regangan pada fase diastolik. Pada tahun 1970, Swan dan rekan memperkenalkan kateter arteri pulmonalis. Penggunaan kateter arteri pulmonalis memungkinkan pengukuran curah jantung sehingga pasokan oksigen dapat dihitung. Selanjutnya konsep syok berubah, dari sindrom klinis menjadi keseimbangan antara konsumsi dan pasokan oksigen dan curah jantung menjadi target utama terapi dengan pemberian cairan resusitasi untuk meningkatkan preload (Pudjiadi, 2017).
Banyak parameter pengukuran yang digunakan sebagai indikator preload dan kontraktilitas, tetapi karena sifatnya yang dinamis dan individual, penilaian secara matematis umumnya sulit digunakan secara umum dalam klinis. Sejak satu abad terakhir ini untuk mengoptimalkan preload dan kontraktilitas digunakan prinsip dasar yang mengacu pada hukum Frank Starling (Pudjiadi, 2017).
Respon hemodinamik terhadap fluid challenge dapat dipahami dengan mempertimbangkan efek pada titik yang berbeda pada sistem kardiovaskular. Perubahan pertama yang terlihat adalah perluasan volume intravaskular.
Optimalisasi status cairan menggunakan parameter makrosirkulasi tidak selalu sama dengan peningkatan penanda klinis hipoperfusi. Pranskunas dkk. Menunjukkan bahwa, pada mereka dengan aliran mikrosirkulasi normal, tidak ada manfaat klinis yang diperoleh dari fluid challenge, baik dari perspektif perbaikan penanda klinis hipoperfusi maupun peningkatan indeks aliran mikrosirkulasi. Pada mereka dengan indeks aliran mikrosirkulasi rendah, perbaikan yang signifikan pada indeks aliran mikrosirkulasi dan tanda klinis hipoperfusi terlihat setelah fluid challenge (Bennet Snickars, 2020).
B. Mini Fluid Chalengge dan Konventional Resusitasi
Banyak liter cairan intravena digunakan per tahun untuk merawat pasien yang sakit kritis di seluruh dunia. Cairan adalah salah satu terapi yang paling umum digunakan pada pasien sakit kritis dan merupakan landasan manajemen hemodinamik di unit perawatan intensif (ICU). Target fisiologis dasar pemberian cairan adalah untuk meningkatkan perfusi jaringan. Optimalisasi hemodinamik dengan cairan telah terbukti meningkatkan hasil pasien ketika diterapkan pada periode perioperatif dan pada fase awal sepsis. Waktu intervensi itu penting; dalam konteks syok, pemberian cairan yang lebih tinggi dalam 3 jam pertama dikaitkan dengan hasil yang lebih baik dalam studi retrospektif (Maurizio et al., 2011). Di sisi lain, pemberian cairan secara bebas dapat menyebabkan keseimbangan cairan positif yang secara independen terkait dengan hasil yang buruk. Oleh karena itu, pada pasien dengan gagal napas, setelah hemodinamik stabil, pembatasan cairan dikaitkan dengan penyapihan lebih awal dari ventilasi mekanis (Elharrisi et al., 2018).
Fluid chalengge adalah cara paling aman untuk mengelola cairan ketika terjadi pertentangan apakah pemberian cairan akan ditoleransi dengan baik walaupun diyakini bahwa pemberiannya mungkin bermanfaat. Prinsip tehnik fluid chalengge oleh Weil dan Henning adalah dengan mengelola bolus cairan intravena yang dikontrol ketat dan mengevaluasi respon hemodinamik pasien (Lennox et al., 2020).
Teknik ini dapat mengevaluasi keseimbangan antara manfaat peningkatan pengiriman oksigen ke jaringan dan risiko peningkatan pembentukan edema. Jika tidak diperoleh manfaat klinis yaitu, tidak ada peningkatan curah jantung maka pemberian cairan harus dihentikan dengan cepat. Jika tekanan pengisian jantung rendah maka resiko terjadinya edema sangat kecil sehingga protokol cairan yang ketat mungkin tidak diperlukan (Suehiro et al., 2021). Dalam kondisi lain di mana fungsi paru-paru dapat memburuk (misalnya, sindrom gangguan pernapasan akut atau syok kardiogenik) maka protokol fluid chalengge menjadi sangat diperlukan.Pada prinsipnya pemberian cairan yang dibutuhkan ketika pasien secara hemodinamik tidak stabil dan melakukan pembatasan cairan ketika kondisi pasien stabil, pendekatan ini secara teori dan secara fisiologis akan membawa hasil yang baik bagi pasien. Namun demikian pada kondisi perdarahan, cairan sering diberikan tanpa panduan dan pemantauan hemodinamik yang spesifik dan dalam kondisi lain ketika terjadi hipovolemia yang tidak besar atau ketika respon terhadap cairan bervariasi maka cairan dapat diberikan berdasarkan pemantauan dampak hemodinamiknya (Toscani et al., 2018).
C. FoCUS Sebagai Panduan Resusitasi
Nilai USG sebagai prosedur diagnostik jantung tak tertandingi dalam banyak hal. Alat ini lebih portabel dan murah dibandingkan modalitas pencitraan lainnya (computed tomography, magnetic resonance imaging, pencitraan perfusi nuklir). Tidak seperti metode yang memaparkan pasien pada radiasi, USG tidak memiliki efek samping dan digunakan dalam intensitas pencitraan diagnostik yang memungkinkan penilaian serial dan aman terhadap pasien (Spencer et al., 2013).
Nama "USG jantung terfokus" (FoCUS) dapat dipertukarkan dengan "ekokardiografi terfokus", "ekokardiografi darurat", "ekokardiografi terbatas di samping tempat tidur", "USG jantung di tempat perawatan", dan "ekokardiografi terarah". Berbeda dengan ekokardiografi komprehensif konvensional yang dilakukan di laboratorium jantung oleh ahli jantung, FoCUS dilakukan oleh dokter gawat darurat atau intensivis samping tempat tidur. FoCUS terbatas pada indikasi tertentu. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan yang sangat spesifik yang memiliki implikasi klinis langsung.
FoCUS menggunakan lima pandangan ortodoks yang sama seperti dalam studi ekokardiografi transtorasik (TTE), untuk menilai fungsi jantung, yaitu pandangan sumbu panjang dan pendek parasternal kiri, tampilan empat ruang apikal, tampilan dua ruang apikal, dan tampilan empat ruang subxyphoid. Selain itu, visualisasi subkostal dari vena cava inferior (IVC) sering diintegrasikan ke dalam FoCUS untuk menilai status volume dan responsivitas cairan pada pasien hipotensi. Pencitraan 2D dan mode-M digunakan untuk penilaian di FoCUS.
Studi Doppler dicadangkan untuk pengukuran yang lebih canggih di laboratorium jantung, seperti dalam menilai disfungsi katup, menghitung volume sekuncup, dan kecepatan aliran masuk mitral. Menurut rekomendasi berbasis bukti internasional untuk FoCUS, penilaian Doppler disfungsi katup dianggap di luar lingkup FoCUS dan dicadangkan untuk evaluasi dengan ekokardiografi komprehensif standar (Leung & You, 2016).
Pandangan yang diperoleh untuk pemeriksaan FoCUS akan diketahui oleh ekokardiografer yang berpengalaman. FoCUS dilakukan menggunakan probe 'phased array', yang merupakan probe frekuensi rendah yang memungkinkan penetrasi gelombang suara lebih dalam dengan rentang frekuensi 1 hingga 5 MHz. Food print atau permukaan transduser ini kecil, memungkinkan untuk dengan mudah dimanipulasi di antara ruang interkostal dan menghindari bayangan tulang rusuk (Seif et al., 2012).
Jendela akustik yang digunakan dalam FoCUS adalah parasternal long axis (PSLA), parasternal short axis (PSSA), apical 4-chamber (A4C), dan subxiphoid (SX). Tampilan PSLA diperoleh dengan menempatkan transduser di sebelah kiri sternum di ruang interkostal ke-3 atau ke-4 dengan penanda orientasi ke arah bahu kanan pasien atau posisi jam 10. Dalam tampilan PSLA yang secara teknis 'baik' maka baik katup mitral maupun katup aorta akan terlihat jelas dan tampak berada di tengah gambar, bertumpuk satu sama lain. Dasar ventrikel kiri (LV), tetapi bukan apeks, akan terlihat
Saluran keluar ventrikel kanan (RVOT) akan terlihat di bagian atas gambar. Perhatikan bahwa ventrikel kanan memiliki dinding yang lebih tipis dan lebih kecil dibandingkan dengan ventrikel kiri. Atrium kanan (RA) tidak terlihat dalam pandangan ini. Di sebelah kanan, atrium kiri (LA), aorta dan RVOT masing-masing kira-kira menempati sepertiga dari gambar. Perikardium muncul sebagai batas terang dan aorta torakalis desendens terlihat di bagian bawah gambar, sebagai lingkaran di luar LA (Shah & Topf, 2019)
Tampilan A4C tegak lurus terhadap PSLA dan PSSA dan mencakup tampilan 4 ruang: atrium dan ventrikel kanan dan kiri.
Hal ini menyebabkan ventrikel kiri memiliki tekanan yang jauh lebih besar daripada ventrikel kanan, untuk memenuhi tuntutan tekanan sistemik yang lebih tinggi, dan hipertrofi menjadi mekanisme kompensasi normal. Pada ekokardiografi samping tempat tidur, rasio normal ventrikel kiri dan kanan ventrikel adalah 1: 0.6. Pandangan jantung yang optimal untuk menentukan rasio ukuran antara 2 ventrikel adalah PSLA, PSSA dan A4C. Memindahkan probe ke posisi PSSA akan memberikan data konfirmasi tentang kekuatan kontraksi. PSSA adalah rotasi 90 dari PSLA (Gibbons R).
Tinjauan sistematis yang dilakukan Marik dkk tahun 2008 menemukan bahwa secara tradisional, tekanan vena sentral (CVP) telah digunakan untuk penilaian dan pemantauan status cairan. Meskipun demikian, tidak hanya invasif tetapi juga terbukti berkorelasi buruk dengan status volume darah. Pada pasien dengan usaha nafas spontan, IVC kolaps saat inspirasi tetapi membesar saat ekspirasi karena perubahan tekanan intratorakal. Kebalikannya terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik.
Ukuran IVC dapat digunakan sebagai pengukuran pengganti dari preload dan status volume serta tekanan atrium kanan (RAP). American Society of Echocardiography menyarankan nilai cutoff 2,1 cm. Menurut Rusdky dkk diameter IVC 50% saat inspirasi akan berkorelasi dengan RAP 3 mmHg (kisaran, 05 mm Hg) sedangkan diameter IVC >2,1 cm yang kolaps 50% dengan inspirasi. Dalam metaanalisis data baru-baru ini dari lima studi tentang pengukuran sonografi IVC dalam menilai status cairan di unit gawat darurat, terbukti bahwa diameter IVC maksimum lebih rendah (6,3 mm 95% CI 6-6,5 mm) pada pasien dengan hipovolemia daripada euvolemia. Resusitasi pasien hipotensi biasanya menggunakan fluid challenge (Kanji DH dkk, 2014)
Diameter IVC dapat memberi kita beberapa petunjuk. Indeks distensibilitas IVC di mana diameter IVC maksimum dikurangi diameter IVC minimal dibagi dengan diameter IVC minimal dikalikan 100% ditemukan berguna dalam memprediksi respons cairan dengan menggunakan batas 18% pada pasien dengan ventilasi mekanis. Namun, untuk pasien dengan pernapasan spontan, nilai ukuran IVC kurang dibedakan dalam memprediksi respons cairan. Dengan cutoff 40%, indeks collapsibility IVC yaitu diameter IVC maksimum dikurangi diameter IVC minimum dibagi dengan diameter IVC maksimum dikalikan 100% hanya akan memberikan sensitivitas 70%, spesifisitas 80%, nilai prediksi positif 72%, dan nilai prediksi negatif 83% (Miller A, Mandeville J, 2016)
Pandangan lain seperti pendekatan 2- chamber, 5- chamber, dan suprasternal dicadangkan untuk aplikasi tingkat lanjut. Pemeriksaan RUSH (Rapid Ultrasound forShock/Hypertension) yang dijelaskan oleh Weingartet dkk pada tahun 2009 menggabungkan PSLA dan A4C untuk mengevaluasi efusi perikardial, fungsi LV, dan regangan ventrikel kanan. Meskipun pemeriksaan ini dirancang untuk pasien dengan syok atau hipotensi, tehnik ini juga merupakan pendekatan yang sesuai untuk pasien dengan dispnea atau nyeri dada, di mana efusi perikardial, tamponade, dan emboli paru menjadi perhatian.
Karena FoCUS dilakukan oleh penyedia dari berbagai latar belakang pelatihan, ada beberapa kontroversi mengenai konvensi orientasi. Orientasi kardiologi standar akan menempatkan penanda probe di sebelah kanan layar, sedangkan konvensi ultrasound umum adalah menempatkan penanda di kiri layar. Hal ini dapat menyebabkan gambar terbalik jika penanda layar dalam orientasi ultrasound umum, tetapi probe tidak dibalik untuk tampilan sumbu panjang parasternal. Untuk menjaga konsistensi dengan orientasi kardiologi standar, jika menggunakan mesin dengan penanda layar terpasang di kiri layar, cukup balikkan probe sehingga indikator mengarah ke pinggul kiri pasien untuk tampilan sumbu panjang parasternal. Gunakan konvensi mana pun yang paling sesuai dengan kebiasaan pemeriksa dan hasilkan gambar yang dapat dipahami oleh semua orang.
Ukuran ruang jantung mencerminkan status preload (yaitu, volume intravaskular) dan fungsi jantung berdasarkan hubungan volume-tekanan dari ruang jantung yang sesuai, tanpa adanya penyakit yang sudah ada sebelumnya atau bersamaan seperti kardiomiopati atau infark miokard masif. Diameter akhir diastol LV (LVEDD) dan area diastol akhir LV (LVEDA) dapat digunakan untuk menilai status volume sirkulasi. LVEDA kurang dari 10 cm2 atau indeks LVEDA (LVEDA/luas permukaan tubuh) kurang dari 5,5 cm2/m2 menunjukkan hipovolemia yang signifikan.
Peran utama FoCUS untuk syok adalah menyesuaikan terapi yang sesuai dengan etiologi yang mendasari dan meningkatkan hasil klinis pasien. Dalam sebuah studi observasional yang dilakukan Husain dkk pada 220 pasien di unit perawatan intensif, penggunaan FoCUS oleh perangkat ultrasound genggam ditemukan terkait dengan resep cairan yang jauh lebih rendah (49 vs 66 mL/kg, p = 0,01) dan lebih banyak penggunaan dobutamin (22 vs 12%, p = 0.01) dibandingkan kelompok kontrol historis yang dikelola dengan cara standar. Lebih penting lagi, penelitian ini menemukan bahwa kelompok FoCUS memiliki kelangsungan hidup 28 hari yang lebih baik (66 vs 56%, p = 0,04) dan pengurangan cedera ginjal akut (20 vs 39%).
Temuan ini mendukung penggunaan FoCUS untuk memandu resusitasi pasien hipotensi. Keterbatasan penelitian ini termasuk tidak ada pengacakan, penggunaan kontrol historis, dan sejumlah besar pasien (14%) dengan patologi katup yang signifikan. Studi terbaru lainnya yang dilakukan di UGD juga mengkonfirmasi dampak temuan FoCUS pada rencana manajemen (pada 24,6% pasien), termasuk penggunaan cairan intravena, agen vasoaktif, atau produk darah.
Kesimpulan
Teknik Fluid Chalengee yang benar dapat memaksimalkan nilai prediksi positif dan negatif dengan menggunakan dua komponen utama yaitu jumlah cairan yang diberikan dan durasi pemberiannya dimana volume optimal yang direkomendasikan 4ml/KgBB.
FoCUS dilakukan oleh dokter kegawat daruratan atau intensivis bed side lebih murah dibandingkan modalitas pencitraan lain dan aman dari radiasi. FoCUS terbatas pada indikasi tertentu yang bertujuan menjawab pertanyaan yang sangat spesifik dan memiliki implikasi klinis langsung sehingga dapat digunakan sebagai panduan resutasi. Namun demikian seorang dokter dengan keahlian FoCUS saja tidak memiliki keahlian akuisisi gambar atau interprestasi untuk sepenuhnya mengevaluasi pasien jantung simtomatik sehingga tetap membutuhkan komperatif.
BIBLIOGRAFI
Andrus, P., & Dean, A. (2013). Focused Cardiac Ultrasound. Global Heart, 8(4), 299303. Google Scholar
Bennet Snickars, G. (2020). Vem Δr Den Riktiga Mamman?:-En Reflexiv Intervjustudie Om Lesbiskt Moderskap. Google Scholar
Elharrisi, M. A., Elsayed, K. M., & Mowafy, S. (2018). Fluid Challenges In Intensive Care: Monitoring Fluid Responsiveness In Critically Ill Patients. Zagazig University Medical Journal, 24(2), 102114. Google Scholar
Hasanin, A. (2015). Fluid Responsiveness In Acute Circulatory Failure. Journal Of Intensive Care, 3(1), 18. Google Scholar
Lennox, A. L., Hoye, M. L., Jiang, R., Johnson-Kerner, B. L., Suit, L. A., Venkataramanan, S., Sheehan, C. J., Alsina, F. C., Fregeau, B., & Aldinger, K. A. (2020). Pathogenic Ddx3x Mutations Impair Rna Metabolism And Neurogenesis During Fetal Cortical Development. Neuron, 106(3), 404420. Google Scholar
Leung, M.-K., & You, J. H. S. (2016). Cost-Effectiveness Of An Influenza Vaccination Program Offering Intramuscular And Intradermal Vaccines Versus Intramuscular Vaccine Alone For Elderly. Vaccine, 34(22), 24692476. Google Scholar
Marik, P. E., & Lemson, J. (2014). Fluid Responsiveness: An Evolution Of Our Understanding. Oxford University Press. Google Scholar
Maurizio, C., Trave, E., Perotto, G., Bello, V., Pasqualini, D., Mazzoldi, P., Battaglin, G., Cesca, T., Scian, C., & Mattei, G. (2011). Enhancement Of The Er 3+ Luminescence In Er-Doped Silica By Few-Atom Metal Aggregates. Physical Review B, 83(19), 195430. Google Scholar
Mukhtar, A., Awad, M., Elayashy, M., Hussein, A., Obayah, G., El Adawy, A., Ahmed, M., Dahab, H. A., Hasanin, A., & Elfouly, A. (2019). Validity Of Mini-Fluid Challenge For Predicting Fluid Responsiveness Following Liver Transplantation. Bmc Anesthesiology, 19(1), 16. Google Scholar
Pudjiadi, A. H. (2017). Resusitasi Cairan: Dari Dasar Fisiologis Hingga Aplikasi Klinis. Sari Pediatri, 18(5), 409416. Google Scholar
Roger, C., Zieleskiewicz, L., Demattei, C., Lakhal, K., Piton, G., Louart, B., Constantin, J.-M., Chabanne, R., Faure, J.-S., & Mahjoub, Y. (2019). Time Course Of Fluid Responsiveness In Sepsis: The Fluid Challenge Revisiting (Fcrev) Study. Critical Care, 23(1), 110. Google Scholar
Seif, D., Perera, P., Mailhot, T., Riley, D., & Mandavia, D. (2012). Bedside Ultrasound In Resuscitation And The Rapid Ultrasound In Shock Protocol. Critical Care Research And Practice, 2012. Google Scholar
Shah, S., & Topf, J. (2019). Mentorship In The Digital Age: Nephrology Social Media Collective Internship. Clinical Journal Of The American Society Of Nephrology, 14(2), 294296. Google Scholar
Spencer, K. T., Kimura, B. J., Korcarz, C. E., Pellikka, P. A., Rahko, P. S., & Siegel, R. J. (2013). Focused Cardiac Ultrasound: Recommendations From The American Society Of Echocardiography. Journal Of The American Society Of Echocardiography, 26(6), 567581. Google Scholar
Suehiro, K.-I., Suto, A., Suga, K., Furuya, H., Iwata, A., Iwamoto, T., Tanaka, S., Kageyama, T., Suzuki, K., & Hirose, K. (2021). Sox12 Enhances Fbw7-Mediated Ubiquitination And Degradation Of Gata3 In Th2 Cells. Cellular & Molecular Immunology, 18(7), 17291738. Google Scholar
Toscani, D., Bolzoni, M., Ferretti, M., Palumbo, C., & Giuliani, N. (2018). Role Of Osteocytes In Myeloma Bone Disease: Anti-Sclerostin Antibody As New Therapeutic Strategy. Frontiers In Immunology, 9, 2467. Google Scholar
Copyright holder: Denissa Kristalin Hermandia, Ai Susi Susanti (2021)
|
First publication right: Jurnal Health Sains
|
This article is licensed under:
|