Jurnal Health Sains: p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 3, No.11, Desember 2022

 

 

PROMOSI GIZI BAYI BALITA BAGI ORANG TUA ANAK PENDERITA STUNTING  DI PUSKESMAS ALAK KOTA KUPANG TAHUN 2022

 

Loriana L. Manalor, Martina F. Diaz, Jane A. Peni

Poltekkes Kemenkes Kupang, Indonesia

Email: lorianamanalor29@gmail.com, martinadafan@gmail.com

INFO ARTIKEL

ABSTRAK

Diterima

04 Oktober 2022

Direvisi

12 November 2022

Disetujui

25 Desember 2022

Latar belakang pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, (1)Anak merupakan asset bangsa di masa depan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih dalam kandungan sampai lima (5) tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak.(2) Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena dalam saat seperti ini anak sangat membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. (3)Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah mencari solusi berkelanjutan untuk mengakhiri kelaparan dan segala bentuk kekurangan gizi dan untuk mencapai ketahanan pangan pada tahun 2030. (4)Masalah gizi stunting akan berdampak pada kemampuan kognitif, produktifitas jangka panjang. (5)Masalah gizi khususnya balita yang menderita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita serta masalah lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. (6) Pendek dan sangat pendek atau yang sering disebut sebagai stunting merupakan status gizi yang berdasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur. Persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2018 adalah 11,5% dan 19,3%. Tujuan Untuk meningkatkan kemampuan orang tua dalam promosi gizi bayi balita orang tua Penderita Stunting di Puskesmas Alak Kota Kupang tahun 2022. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode kuasi eksperimental dengan desaign penelitian One group pretest posttest design yaitu desain penelitian yang terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan post test setelah diberi perlakuan. Subjek penelitian adalah semua orang tua bayi balita yang ada di wilayah kerja puskesmas Alak Kota Kupang.

Kata kunci:

Promosi; Stunting; Orang Tua Bayi Balita

Keywords:

Promotion. stunt. Parents of toddler babies

ABSTRACT

Background Health development as part of efforts to build a whole person, (1) Children are the nation's assets in the future. Health efforts that are carried out since the child is still in the womb until the first five (5) years of life are aimed at maintaining their survival while at the same time improving the quality of life of the child. (2) The role of parents is very important in fulfilling nutrition because at this time children really need attention and care. parental support in the face of very rapid growth and development. (3) One of the health indicators that is assessed for its successful achievement in the Sustainable Development Goals (SDG's) is to find sustainable solutions to end hunger and all forms of malnutrition and to achieve food security by 2030. (4) The problem of stunting nutrition will have an impact on cognitive abilities , long term productivity. (5) Nutritional problems, especially for toddlers who suffer from stunting, can hinder the growth and development process of toddlers. Stunting is a chronic nutritional problem in toddlers which is characterized by a shorter height compared to children his age. The problem of short toddlers illustrates the existence of chronic nutritional problems that are influenced by the condition of the mother/prospective mother, fetal period, and infancy/toddler, including diseases suffered during infancy and other problems that indirectly affect health. (9) Short and very short or what is often referred to as stunting is a nutritional status based on a height index for age. The percentage of very short and short toddlers aged 0-59 months in Indonesia in 2018 was 11.5% and 19.3%, respectively. Objective To improve the ability of parents in promoting nutrition for infants under five for parents with stunting at the Alak Health Center, Kupang City in 2022. The method used in this study was quantitative with a quasi-experimental method with a research design of One group pretest posttest design, namely a research design that included a pretest before given treatment and posttest after being given treatment. The research subjects were all parents of infants under five in the working area of the Alak Public Health Center, Kupang City.

 


Pendahuluan

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya (Kemenkes, 2018). Anak merupakan asset bangsa di masa depan. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih dalam kandungan sampai lima (5) tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak (Pormes et al., 2014). Peran orang tua sangat penting dalam pemenuhan gizi karena dalam saat seperti ini anak sangat membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat (Nur pUji Winasis, 2018). Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) adalah mencari solusi berkelanjutan untuk mengakhiri kelaparan dan segala bentuk kekurangan gizi dan untuk mencapai ketahanan pangan pada tahun 2030 (Jou et al., 2019).

Masalah gizi stunting akan berdampak pada kemampuan kognitif, produktifitas jangka panjang (Masyarakat, 2018). Masalah gizi khususnya balita yang menderita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa beresiko untuk mengidap penyakit degenerative. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi jiga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak (Teja, 2019). Data prevalensi anak balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO) yang dirilis tahun 2018 menyebutkan Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di South East Asian Region setelah Timor Leste (50,5%) dan India (38,4%) yaitu sebesar 36,4% (Dewi et al., 2022). Menurut (Mokodompit et al., 2019) Penurunan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi salah satu masalah gizi yang perlu dilakukan untuk peningkatan gizi masyarakat.

(Uliyanti et al., 2017) Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis yang dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita serta masalah lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. (Nadia Vista, 2021) Pendek dan sangat pendek atau yang sering disebut sebagai stunting merupakan status gizi yang berdasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur. Persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2018 adalah 11,5% dan 19,3%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu persentase balita usia 0-59 bulan sangat pendek sebesar 9,8% dan balita pendek sebesar 19,8%. Provinsi dengan persentase tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah DKI Jakarta (Boli, 2020). Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan prevalensi kurang gizi yang tinggi. Kurangnya prioritas dalam kebijakan gizi yang diidentifikasi sebagai salah satu penyebab rendahnya perhatian dalam penanganan masalah gizi.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2 % pada 2013 menjadi 30,8 % pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019, angka ini menurun menjadi 27,7 %. Prevalensi balita stunting dalam tiga tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terus mengalami penurunan angkanya masih tinggi sebesar 27,5 persen dengan kasus meninggal sebanyak 57 orang (Dinas Kesehatan Provinsi NTT, 2020). (Sari & Oktacia, 2018) Status gizi anak Balita di Indonesia yang banyak terjadi dan menjadi Faktor risiko terjadinya stunting, permasalahan saat ini adalah Balita. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Menurut (Setiawan et al., 2018) Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan status kesehatan pada anak. Studi terkini menunjukkan anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa. (Sari & Oktacia, 2018) Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah “Promosi Gizi Bayi Balita Bagi Orang Tua Penderita Stunting di Puskesmas Alak Kota Kupang Tahun 2022?”

 

Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode kuasi eksperimental dengan desaign penelitian One group pretest posttest design yaitu desain penelitian yang terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Alak pada semua orang tua yang memiliki bayi balita Penelitian dilakukan pada Bulan April-September 2022. Subjek penelitian adalah semua orang tua bayi balita yang ada di wilayah kerja puskesmas Alak Kota Kupang. sampel adalah semua orang tua yang mempunyai bayi balita di Puskesmas Alak. Setelah diperoleh, kelompok itu diberi pre-test untuk mengetahui keadaan awal sebelum adanya perlakuan. Hasil kedua pre-test tersebut kemudian dibandingkan. Hasil.

 

Hasil dan Pembahasan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keterlambatan bicara dan bahasa pada anak usia 36-48 bulan di Puskesmas Oebobo Kota Kupang Tahun 2019.

Karakteristik Responden


 

Tabel 1.1

 Kategori Umur Responden  Ibu Balita

     No

Umur

f

%

   1

< 20 tahun

204

43,8

   2

20-35    tahun

157

33,7

   3

> 35 tahun

105

22,5

 

Total

466

100


Sumber data dari hasil penelitian

 


 


Tabel 1.1 menunjukkan sebagian besar responden ibu balita berumur < 20 tahun sebanyak 204 orang (43,8 %), sedangkan umur 20-35 tahun sebanyak 157 orang (33,7 %), > 35 tahun sebanyak 105 orang (22,5 %). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih ada responden ibu balita yang berusia <20 tahun.



 


Tabel 1.2

Kategori Pendidikan Responden Ibu Balita

     No

Pendidikan 

f

%

   1

SD –SMP

248

53,2

   2

         SMA

114

24,5

   3

         Perguruan Tinggi

104

22,3

 

Total

466

100


Tabel 4.2. menunjukkan sebagian besar responden ibu balita berpendidikan SD-SMP  sebanyak 248 orang (53,2 %), sedangkan berpendidikan SMA sebanyak 114 orang (24,5 %), Perguruan Tinggi sebanyak 104 orang (22,3 %). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih ada responden ibu balita yang berpendidikan SD-SMP

 


 

Tabel 1.3

kategori Pekerjaan Responden Ibu Balita

    No

Pekerjaan

f

%

 1

      Tidak Bekerja

294

63

 2

Be  Kerja

172

37

 

Total

466

100


Tabel 1.3 menunjukkan sebagian besar responden ibu balita merupakan 294 orang (63 %)  yang tidak bekerja sedangkan ibu yang bekerja sebanyak 172 orang (37 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar responden tidak bekerja dalam hal ini sebagai ibu rumah tangga yang mempengaruhi pola asuh anak.

 


 

Tabel 1.4

Kategori Jarak Tempat Tinggal responden Ibu Balita

    No

Jarak tempat Tinggal

f

%

  1

       Dekat (5 km)

167

36

  2

       Jauh (>5 km)

299

64

 

Total

466

100


Tabel 1.4 menunjukkan sebagian besar responden ibu balita ke falilitas kesehatan dengan jarak yang jauh sebanyak 299 keluarga (64 %) dan responden ke fasilitas dengan jarak yang dekat sebanyak 167 keluarga (36 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jarak ke fasilitas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan  perilaku responden.

 


 


Tabel 1.5

Kategori Penghasilan Keluarga Responden Ibu Balita

    No

Penghasilan Keluarga

f

%

  1

       Tinggi (1.800.000)

90

19

  2

       Rendah (<1.800.000)

376

81

 

Total

466

100


Tabel 1.5 menunjukkan sebagian besar responden berpenghasilan/penghasilan keluarga per bulan rendah sebanyak 376 keluarga (81 %) dan yang berpenghasilan tinggi sebanyak 90 keluarga (19 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penghasilan keluarga sangat besar pengaruh terhadap kecukupan gizi anggota keluarga.

Hasil analisa pada tabel 4.1 diperoleh sebagian besar responden yang ke fasilitas kesehatan dan yang tergolong usia beresiko tinggi yakni kurang dari 20 tahun sebanyak 204 orang (43,8%), sedangkan usia 20-35 tahun sebanyak 157 orang (33,7 %) dan usia lebih dari 35 tahun sebanyak 105 orang (22,5%). Responden dengan usia kurang dari 20 tahun memiliki status gizi yang kurang selama kehamilan. Hal ini sesuai dengan penelitian dari (Wulandari, 2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi ibu saat hamil dengan kejadian stunting pada balita. Karena pada saat pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan bidan dan dokter memberikan informasi kesehatan. Salah satu upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan ibu mengenai faktor risiko dan pencegahan stunting adalah melakukan penyuluhan (promosi kesehatan) (Astuti et al., 2020).

Hasil analisa pada tabel 4.2. diperoleh sebagian besar responden berpendidikan SD-SMP sebanyak 248 orang dan yang berpendidikan SMA sebanyak 114 orang (24,5 %). Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir seseorang dalam merawat dan membesarkan anak. Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik (Mentari & Hermansyah, 2019).

Dari 28 balita yang mengalami stunting terdapat 15 ibu (53,6%) dengan pendidikan dasar dan 13 ibu (46,6%) dengan pendidikan tinggi, sedangkan pada balita yang tidak mengalami stunting terdapat 16 ibu (28,6%) dengan pendidikan dasar dan 40 ibu (71,4%) dengan pendidikan tinggi. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p value: 0,046 < 0,05 artinya ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada Balita. Nilai OR diperoleh sebesar: 2,885 yang berarti bahwa ibu dengan pendidikan dasar memiliki risiko 2,885 kali lebih tinggi untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan dengan ibu dengan pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kesehatan, salah satunya adalah status gizi. Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki kemungkinan lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan cara menjaga tubuh tetap bugar yang tercermin dari penerapan pola hidup sehat seperti konsumsi diet bergizi. Individu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung menghindari kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol, sehingga memiliki status kesehatan yang lebih baik (Setiawan et al., 2018). Sebaliknya bertolak belakang dengan dengan hasil penelitian dari Suharmianti, dkk (2019) seorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik (Gizi & FKM UI, 2008). (Mentari & Hermansyah, 2019) Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-59 Bulan di Desa Paerang, Kecamatan Mekarjaya Kabupaten Pandeglang Tahun 2018, hasil penelitian ini menunjukkan dari 41 responden, hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan kejadian stunting menunjukkan bahwa nilai P value > 0,05 yaitu 1,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan kejadian stunting pada anak usia 6-59 bulan di Desa Pareang.

Hasil analisa pada tabel 4.3. diperoleh sebagian besar responden tidak bekerja/ibu rumah tangga sebanyak 294 orang (63%) dan responden yang bekerja sebanyak 172 orang (37%). Menurut (Manalor & Saleh, 2022), pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencaharian. Hal ini sesuai dengan Suharmianti, dkk (2019) bahwa ibu yang bekerja mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja Tingkat pengetahuan seorang ibu merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan kejadian stunting (Olsa et al., 2018). Sebaliknya Hasil penelitian (Wanimbo & Wartiningsih, 2020) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan status gizi ( p > 0,05), dimana anak anak pendek lebih banyak terdapat pada ibu yang tidak bekerja dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sulastri, 2012). Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stunting banyak terdapat pada anak yang pola makannya kurang. Hal ini disebabkan ibu yang kurang memperhatikan dalam pemberian makan anaknya. Rata-rata anak makan kurang dari 3 kali makan utama. Anak-anak senang bermain sehingga sering melupakan waktu makan. Tetapi anak-anak suka mengkonsumsi makanan ringan Hasil analisa pada tabel 4.4. diperoleh sebagian besar responden jarak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan lebih dari 5 kilometer sebanyak 299 keluarga (64%) dan jarak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan kurang/sama dengan dari 5 kilometer sebanyak 167 keluarga (167%). Jarak antara rumah dengan fasilitas pelayanan kesehatan menjadi faktor yang berpengaruh berikutnya pada kejadian stunting balita dengan p-value 0,005. Menurut (Purnamasari et al., 2022) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa jarak rumah ke fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi secara berarti terhadap kemampuan masyarakat untuk membiayai mitigasi risiko stunting. Maknanya apabila jarak antara rumah dengan fasilitas pelayanan Kesehatan semakin jauh, maka tingkat WTP masyarakat untuk mitigasi risiko stunting juga semakin besar. Didukung dengan kondisi Kabupaten Wonosobo yang secara geografis berada di pegunungan, semakin mempengaruhi masyarakat untuk mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Kesehatan, sehingga anak yang tinggal jauh dari faskes memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan faskes yang lebih rendah (Sari & Oktacia, 2018). Pemanfaatan faskes yang rendah dapat mempengaruhi status Kesehatan masyarakat (Purnamasari et al., 2022).

Hasil analisa pada tabel 4.4. diperoleh sebagian besar responden dengan penghasilan keluarga rendah/kurang dari upah minimum rate (UMR) Rp 1.800.000 sebanyak 376 keluarga (81%) dan penghasilan keluarga sesuai/lebih upah minimum rate (UMR) 1.800.000 sebanyak 90 keluarga (19%). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan status gizi (p<0,05), dimana anak pendek lebih banyak terdapat pada tingkat ekonomi rendah (maka, dapat dikatakan bahwa anak pendek disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tarigan, 2003) pada balita 6-36 bulan sebelum dan saat krisis ekonomi, yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan status gizi. Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk mencukupi zat gizi anggota keluarganya. Pengaruh ini tidak hanya pada pemilihan macam makanan dan waktu pemberian saja, tetapi juga terhadap kebiasaan hidup sehat dan kualitas sanitasi lingkungan (Sulastri, 2012). Hasil penelitian Eko menjelaskan tingkat pendapatan keluarga memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian stunting. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh, dimana tingkat pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian stunting pada balita. Status ekonomi rendah dianggap memiliki pengaruh yang dominan terhadap kejadian kurus dan pendek pada anak. Orang tua dengan pendapatan keluarga yang memadai akan memiliki kemampuan untuk menyediakan semua kebutuhan primer dan sekunder anak. Anak pada keluarga dengan status ekonomi rendah cenderung mengkonsumsi makanan dalam segi kuantitas, kualitas, serta variasi yang kurang (Setiawan et al., 2018).

           

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sudah ada pemahaman keluarga/ibu tentang gizi bayi balita dalam mencegah stunting di puskesmas Alak Kota Kupang tahun 2022. Dan sudah ada peningkatan kemampuan keluarga dalam mencegah gizi buruk dan stunting pada bayi balita di puskesmas Alak Kota Kupang Tahun 2022.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Astuti, S., Megawati, G., & Cms, S. (2020). Upaya Promotif Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Bayi Dan Balita Tentang Stunting Dengan Media Integrating Card. 6(1), 51–55.Google Scholar

 

Boli, E. B. (2020). Analisis Kebijakan Gizi Dalam Upaya Penanganan Masalah Gizi Di Provinsi Ntt. Jurnal Komunitas Kesehatan Masyarakat, 2(1), 23–30. Google Scholar

 

Dewi, A. P. S., Kusumastuti, K., & Astuti, D. P. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Anak Balita. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 13(2), 549–555. Google Scholar

 

Jou, A., Of, N. A. L., Medical, G., Feb, S., & Modeling, F. (2019). Pengaruh Usia Dan Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kecamatan Pleret Dan Kecamatan Pajangan. 1, 3–5. Google Scholar

 

Kemenkes. (2018). Buletin Stunting. Google Scholar

 

Manalor, L. L., & Saleh, U. K. S. (2022). Pekerjaan Dan Aktivitas Fisik Yang Mempengaruhi Perubahan Berat Badan Pada Ibu Pengguna Alat Kontrasepsi Implan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Ibu Dan Anak, 2(1), 27–32. Google Scholar

 

Masyarakat, J. K. (2018). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 24-59 Bulan (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Ii Kabupaten Pati Tahun 2017). Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal), 6(1), 409–418. Google Scholar

 

Mentari, S., & Hermansyah, A. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Upk Puskesmas Siantan Hulu. Pontianak Nutrition Journal (Pnj), 1(1), 1. Https://Doi.Org/10.30602/Pnj.V1i1.275. Google Scholar

 

Mokodompit, E. P., Kapantow, N. H., & Mayulu, N. (2019). Hubungan Antara Tinggi Badan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pusomaen Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesmas, 7(5). Google Scholar

 

Nadia Vista, F. (2021). Pengaruh Emo-Demo Tentang Asi Eksklusif Terhadap Perubahan Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Bayi 0-11 Bulan Di Posyandu Desa Air Panas Sungai Abu Tahun 2021. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Google Scholar

 

Nur Puji Winasis. (2018). Analisis Faktor Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Berbasis Transcultural Nursing Di Desa Morombuh Kecamatan Kwanyar Bangkalan. Google Scholar

 

Olsa, E. D., Sulastri, D., & Anas, E. (2018). Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kecamanatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 523–529. Google Scholar

 

Pormes, W., Rompas, S., & Ismanto, A. (2014). Hubungan Pengetahuan Orang Tua Tentang Gizi Dengan Stunting Pada Anak Usia 4-5 Tahun Di Tk Malaekat Pelindung Manado. Jurnal Keperawatan Unsrat, 2(2), 105260. Google Scholar

 

Purnamasari, I., Widiyati, F., & Sahli, M. (2022). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unsiq, 9(1), 48–56. Google Scholar

 

Sari, D. F., & Oktacia, R. (2018). Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nangalo Kota Padang. Jurnal Kesehatan Mercusuar, 1(1). Google Scholar

 

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 275. Https://Doi.Org/10.25077/Jka.V7.I2.P275-284.2018. Google Scholar

 

Sulastri, D. (2012). Faktor Determinan Kejadian Stunting Pada Anak Usia Sekolah Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Majalah Kedokteran Andalas, 36(1), 39. Https://Doi.Org/10.22338/Mka.V36.I1.P39-50.2012. Google Scholar

 

Tarigan, I. U. (2003). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan Sebelum Dan Saat Krisis Ekonomi Di Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan, 31(1). Google Scholar

 

Teja, M. (2019). Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya. Pusat Penelitian Badan Keahlian Dpr Ri, Xi(22), 13–18. Google Scholar

 

Uliyanti, U., Tamtomo, D. G., & Anantanyu, S. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Jurnal Vokasi Kesehatan, 3(2), 67–77. Google Scholar

 

Wanimbo, E., & Wartiningsih, M. (2020). Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kejadian Stunting Baduta (7-24 Bulan). Google Scholar

 

Wulandari, F. C. (2021). Hubungan Status Gizi Ibu Saat Hamil Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 0-24 Bulan Di Puskesmas Kaligesing Purworejo. Jurnal Komunikasi Kesehatan, 12(2). Google Scholar


 

Copyright holder :

Loriana L. Manalor, Martina F. Diaz, Jane A. Peni (2022)

 

First publication right :

Jurnal Health Sains

 

This article is licensed under: